KASUS PEMASARAN
Kasus pemasaran yang pertama
VHRmedia, Jakarta - Belum ada
produsen susu formula di Indonesia yang menerapkan aturan pemasaran
susu pengganti air susu ibu (ASI) sesuai Kode.
Hal itu dikatakan Chairwoman Indonesia
Breastfeeding Center, Utami Roesli. Menurut dia, Kode adalah aturan
internasional yang melarang produsen susu formula mempromosikan
produk pengganti ASI secara langsung kepada masyarakat. Misalnya
promosi melalui tenaga medis, telepon langsung kepada konsumen, atau
memberikan sampel susu formula dalam acara-acara seminar.
“Sejauh pandangan saya, belum ada produsen susu formula yang menerapkan Kode di Indonesia,” kata Utami Roesli, seusai diskusi mengkritisi teknik pemasaran susu formula untuk bayi, di Jakarta, Rabu (9/6).
Agus Pambagyo dari Koalisi Advokasi ASI mengatakan, jumlah pelanggaran kode etik pemasaran susu formula paling banyak terjadi di Indonesia. “Ini yang harus ditindak, jika kita ingin memiliki generasi penerus yang lebih cerdas, sehat, dan berakhlak baik.”
Menurut David Clark, Nutrition Specialist Legal Unicef, Kode dibutuhkan untuk meningkatkan konsumsi ASI pada bayi. Konsumsi ASI yang tidak optimal terutama pada usia 0-6 bulan bisa mengakibatkan kematian bayi.
David mengatakan, kekurangan ASI meningkatkan risiko bayi terkena diabetes, infeksi telinga, IQ rendah, atau serangan kanker payudara bagi ibu.
“Sejauh pandangan saya, belum ada produsen susu formula yang menerapkan Kode di Indonesia,” kata Utami Roesli, seusai diskusi mengkritisi teknik pemasaran susu formula untuk bayi, di Jakarta, Rabu (9/6).
Agus Pambagyo dari Koalisi Advokasi ASI mengatakan, jumlah pelanggaran kode etik pemasaran susu formula paling banyak terjadi di Indonesia. “Ini yang harus ditindak, jika kita ingin memiliki generasi penerus yang lebih cerdas, sehat, dan berakhlak baik.”
Menurut David Clark, Nutrition Specialist Legal Unicef, Kode dibutuhkan untuk meningkatkan konsumsi ASI pada bayi. Konsumsi ASI yang tidak optimal terutama pada usia 0-6 bulan bisa mengakibatkan kematian bayi.
David mengatakan, kekurangan ASI meningkatkan risiko bayi terkena diabetes, infeksi telinga, IQ rendah, atau serangan kanker payudara bagi ibu.
.
Diposkan oleh YudhaLimiyana
di 00.15
Komentar dan Saran
Dari kasus di atas ,seharusnya dari pihak produsen
dari susu formula tidak membuat pengganti dari ASI karena menurut
David Clark, Nutrition Specialist Legal Unicef konsumsi ASI pada usia
0-6 bulan dapat menyebabkan kematian bayi ,diabetes ,infeksi telinga
,IQ rendah dan akibat lainnya. Oleh karena itu ,sebaiknya produsen
membuat produk yang tidak menggantikan ASI tetapi membuat susu
formula untuk bayi yang berusia 6bulan keatas. Setelah itu memasarkan dengan baik dan menjelaskan bahwa susu tersebut adalah susu formula untuk pertumbuhan bayi6 bulan keatas. Sehingga tidak ada lagi kesalahan yang dilakukan oleh produsen.
Kasus pemasaran yang kedua
Bongkar muat raw sugar di
pelabuhan.
DPR Memergoki Penyimpangan Pemasaran Gula
Impor
Liputan6.com, Jakarta: Sejumlah anggota Komisi III DPR dan petani tebu melakukan inspeksi mendadak ke Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara, Senin (3/12). Mereka menemukan sebuah kapal tengah membongkar 20 ribu ton raw sugar atau gula pasir mentah di tempat itu. Lantaran langsung dikemas di karung setelah diturunkan, anggota Dewan mengkhawatirkan kalau gula tersebut langsung dipasarkan ke masyarakat. Sebab, hal itu akan menjatuhkan harga gula lokal. Kekhawatiran itu
disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Imam Churmen, yang turut dalam rombongan itu.
Imam menjelaskan, sidak ini dilakukan setelah mereka mendapat laporan dari masyarakat setempat yang mencium penyimpangan pemasaran gula impor. Benar saja, Tim Komisi III DPR memergoki sebuah kapal yang sedang menurunkan gula pasir mentah. Gula itu langsung dikemas dalam karung berukuran 50 kilogram yang layak dikonsumsi. Padahal, gula itu tampak kotor, berwarna kecoklatan, dan tak layak untuk dikonsumsi.
Selain tak layak dikonsumsi, menurut Imam, para petani juga khawatir pemasaran gula itu dapat menyebabkan harga gula lokal jatuh. Hal itu patut dikhawatirkan, mengingat harga jual gula impor sejauh ini hanya Rp 1.800 per kilogram. Sedangkan harga gula lokal di atas Rp 3.000 per kilogram. Untuk menyelesaikan masalah ini, Imam mengatakan, DPR akan meminta keterangan pejabat PT Gunung Mas sebagai pengimpor. Hal itu dilakukan mengingat pemerintah telah mengenakan bea masuk lebih tinggi sebesar 20 persen terhadap gula impor yang dijual langsung ke masyarakat. Sedangkan bea masuk gula impor untuk industri hanya sebesar 20 persen.(MTA/Christiyanto dan Raphael Setyo)
Komentar dan Saran
Dari kasus diatas dapat dikatakan sangat merugikan banyak konsumen karena,
gula itu tampak kotor, berwarna kecoklatan, dan tak layak untuk
dikonsumsi.Selain itu, harga juga tetap tidak ada penurunan padahal gula tersebut kualitasnya sudah menurun karena proses pengemasan yang tidak efektif dan higenis. Selain itu, pemasaran yang dilakukan juga tidak efektif karena gula yang tampak tidak layak dijual tersebutpasti hanya akan laku di pedagang eceran. Sebaiknya pemerintah lebih waspada dan meminta keterangan lebih lanjut kepada produsen gula tersebut, dan meminta untuk bertanggung jawab dalam memasarkan gula impor ini. Sehingga nantinya gula yang berkualitas seimbang dengan harga yang telah ditetapkan.Kasus Pemasaran di Luar Negeri
Contoh
Pelanggaran Etika Pemasaran dari Produk Smartphone
Apple di China
Setelah iPhone 5 menghadapi banyak masalah di Cina, Apple
memberi peringatan kepada konsumennya melalui website
Apple versi Cina. Perusahaan raksasa itu menegaskan kepada
konsumen untuk selalu menggunakan pengisi daya (charger) yang
asli. Namun,
iPhone 5 yang meledak di Cina kali ini bukan disebabkan
karena charger.
Kepada media Cina, seorang wanita bernama Li mengaku membeli ponsel buatan Apple itu pada September 2012. Dia pernah menjatuhkan iPhone 5 miliknya itu sekali yang menyebabkan penyok kecil di sudut kanan atas layar yang juga menjadi asal meledaknya ponsel tersebut. Li menggunakan iPhone 5 untuk menghubungi salah seorang temannya. Percakapan Li dan temannya itu berlangsung sekitar 40 menit. Li kemudian merasa layar ponselnya menjadi panas. Ia mencoba mengakhiri panggilan, tapi ketika layar disentuh, handphone tidak memberikan respon. Tanpa ia sadari, iPhone 5 miliknya tiba-tiba meledak.
Li mengatakan kalau dia tidak bisa membuka salah satu matanya setelah ledakan. Ia merasakan serpihan materi perangkat tersebut masuk ke dalam matanya. Dokter yang memeriksanya melihat ada tanda pada mata Li akibat goresan materi benda padat. Beruntung Li tidak mengalami kebutaan. Salah satu matanya itu hanya iritasi dan inflamasi, seperti dilansir situs, Phone Arena , Minggu, 11 Agustus 2013.
Atas kejadian yang menimpanya itu, Li tidak mengharapkan kompensasi
apa pun dari Apple. Namun, ia mempertanyakan kualitas iPhone dan
membandingkan dengan ponsel teman-temannya yang jauh lebih murah
dengan masalah layar yang sama, tapi tidak pernah meledak.
Sementara itu, bagian layanan Apple di Cina berjanji akan menyelidiki kasus yang menimpa Li, seperti yang diungkapkan kepada Da Lian Evening News. Akan tetapi, masalah ledakan umumnya tidak tertera dalam garansi perangkat Apple.
Sementara itu, bagian layanan Apple di Cina berjanji akan menyelidiki kasus yang menimpa Li, seperti yang diungkapkan kepada Da Lian Evening News. Akan tetapi, masalah ledakan umumnya tidak tertera dalam garansi perangkat Apple.
Komentar dan saran
Dari situasi diatas Pihak Apple justru tidak terlalu cepat dalam
melakukan klarifikasi. Sehingga kasus ini dianggap bahwa pihak apple
tidak terlalu mensupport konsumen mereka sendiri. Seharusnya pihak
apple melakukan ganti rugi dan memberikan kompensasai kepada
konsumen mereka. Agar image dari produk apple tetap terjaga di mata
konsumen. Apalagi apple sering dianggap menghasilkan produk-produk
yang berkualitas tinggi. Dan fans-fans dari apple sendiri terkenal
sebagai salah satu konsumen yang paling loyal. Selain itu, pemasarannya juga harus ditingkatkan termasuk dalam hal pengenalan produk apple it sendiri sehingga, konsumen dapat menilai bahwa apple adalah produk smartphone yang sangat canggih dan menarik untuk kelas smartphone.
KASUS PRODUKSI
Kasus Produksi yang Pertama
Contoh
Pelanggaran dan Etika Produksi dari PT Nissan Motor
Indonesia
Akibat pengelasan yang tidak baik, tempat duduk belakang Nissan Juke
rentan terlepas saat terjadi kecelakaan. Kondisi ini akan membuat
penumpang rentan cedera. Alhasil, sebanyak 400 unit Juke di Indonesia
ditarik (recall) dari peredaran. Kondisi ini tentu saja
membuat masyarakat berpikir ulang untuk membeli mobil tersebut.
Apalagi, Nissan Juke pernah mengalami mesin terbakar yang
menyebabkan kematian sang pengemudi pada 11 Maret lalu di
kawasan Sudirman, Jakarta.
Wakil Presiden Direktur PT Nissan Motor Indonesia (NMI) Teddy Irawan
meminta masyarakat tidak perlu khawatir terkait penarikan
mobil ini. Penarikan tersebut merupakan komitmen Nissan untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggannya dari
segi keamanan maupun kenyaman.“Kami akan memperbaiki semua
masalah ini tanpa dipungut biaya sedikit pun dan penarikan mobil ini
adalah hal yang wajar dalam industri mobil,” ujar Teddy saat
dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Teddy menjelaskan, populasi terbanyak kendaraan Juke (60 persen) yang
terkena recall berada di wilayah Jakarta.
“Populasi terbanyak ada di Jakarta. Karena
penjualan Juke paling banyak di Jakarta dan sekitarnya,”
katanya.Teddy menambahkan, Juke yang ditarik merupakan hasil rakitan
pabrik di Indonesia. Namun, untuk komponen jok bagian
belakangnya diimpor langsung dari Jepang.
“ Produksinya lokal, tapi komponen jok belakang diimpor
langsung dari Jepang. Sejauh ini belum ada penambahan unit,
jumlahnya tetap 400 unit. Sebab, dari Maret hingga Juli 2012
total produksinya hanya 400 unit,” ungkap Teddy.Nissan
tetap optimistis target penjualan tahun ini sebanyak 100.000 lebih
unit bisa tercapai. “Kami berharap dengan adanya recall ini
hubungan perusahaan dengan konsumen masih dapat
terjaga dan berjalan baik. Kami optimis bahwa recall ini
tidak akan mempengaruhi minat pasar terhadap produk Nissan,”
katanya pede.
General Manager Marketing and Communications Strategy Division Nissan
Indrie Hadiwidjaja mengatakan, penarikan ini sudah
dilakukan ke semua pelanggan Nissan. Dan bagi yang belum,
pelanggan diminta mendatangi workshop-workshop
Nissan terdekat untuk segera diperbaiki.
“Perbaikan akan dilakukan secara bertahap di semua
workshop-workshop Nissan tanpa dipungut biaya dan
penarikan ini tidak akan mengganggu pasar Juke di Indonesia,”
tegas Indrie.Nissan Juke merupakan salah satu mobil sport yang cukup
laris di Indonesia. Pada semester pertama tahun ini, Nissan
telah menjual sebanyak 5.401 unit Juke. Mobil bermesin HR15DE 1.500
cc itu menyumbang 15,6 persen dari pendapatan Nissan Motor Indonesia.
Penarikan Nissan Juke terkait dengan temuan kerusakan oleh Otoritas
Keselamatan Lalu Lintas dan Transportasi Amerika Serikat (NHTSA). Di
Amerika Serikat sebanyak 11.076 unit Nissan Juke buatan 3 Februari -
26 Mei 2012 ditarik lantaran jok belakangnya tidak dilas dengan baik.
Selain jok belakang yang bermasalah, sebelumnya pun mobil dengan
desain unik ini pernah bermasalah saat terjadinya kecelakaan
hingga terbakar di jalan protokol di Jakarta, yang digunakan
oleh seorang artis. Pada kecelakaan tersebut disinyalir
Juke yang digunakan mengalami kerusakan pada bagian pintu dan
mesinnya.
Sepanjang tahun ini selain Nissan, beberapa Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM) lainnya juga melakukan recall
terhadap kendaraannya. Sebut saja, PT Astra Daihatsu Motor (ADM)
yang pada Mei lalu, menarik 51 ribu Gran Max Pick Up, Gran Max
Mini Bus, dan Gran Max Blind Van dikarenakan adanya
keretakan dudukan ban cadangan. Sedangkan pada pertengahan Maret
2012, PT Toyota Astra Motor menarik 363 unit Toyota All New Avanza
akibat kerusakan pada suspensi rodanya.
Sumber
:
http://otomotif.rmol.co/read/2012/07/23/71950/400-Unit-Nissan-Juke-Ditarik-Di-
Indonesia-
Komentar dan Saran
Seharusnya PT NIssan harus memperhatikan dalam pembuatan unit-unit mobil yang dibuat oleh para pekerjanya. Sehingga mengetahui seberapa bagus unit yang telah dibuat dan layak untuk dipasangkan pada mobil yang akan diproduksi dan dipasarkan ke masyarakat luas. PT
Nissan harus memperketat proses pengujian dan proses re-evaluasi
ulang, serta memperbaiki standart kualitas produksi mobil dengan
sistem keamanan mobil yang lebih baik. Agar dapat meningkatkan
kualitas dari produk akhir tersebut dan meminimalisir kemungkinan
terjadinya cacat produk. Sehingga perusahaan juga dapat menjalin rasa
kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh PT
Nissan.
Kasus yang kedua
Pelanggaran Etika Produksi yang dilakukan
oleh Produk HIT di Indonesia
Produk
HIT dianggap merupakan anti nyamuk yang efektif dan murah untuk
menjauhkan nyamuk dari kita… Tetapi, ternyata murahnya harga
tersebut juga membawa dampak negatif bagi konsumen HIT.
Telah
ditemukan zat kimia berbahaya di dalam kandungan kimia HIT yang dapat
membahayakan kesehatan konsumennya, yaitu Propoxur dan Diklorvos. 2
zat ini berakibat buruk bagi manusia, antara lain keracunan terhadap
darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel
pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
Obat anti-nyamuk HIT
yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan
HIT 17 L (cair isi ulang). Departemen Pertanian juga telah
mengeluarkan larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam
rumah tangga sejak awal 2004 (sumber : Republika
Online).
Hal itu membuat kita dapat melihat dengan jelas bahwa pemerintah
tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi masyarakat umum sebagai
konsumen. Produsen masih dapat menciptakan produk baru yang berbahaya
bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah.
PT Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya
tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka. Akibatnya,
kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya
produksi HIT. Selain itu, PT Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk
mereka, dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan
pestisida, harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh dimasuki
lagi.
PT Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT
tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi
barang tersebut. Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari
peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi
mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya.
PT. Megarsari Makmur
sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan 2
zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen
yang menggunakan produk mereka. Meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji
menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise
dan penarikan produk tersebut seperti tidak di lakukan secara sungguh
–sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran. Disini perusahaan
seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan
produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas
kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen
terhadap produk itu sendiri.
Kasus Produksi di Luar Negeri
Kasus Pada Produk Johnson & Johnson
Johnson
& Johnson adalah perusahaan manufacture yang bergerak dalam
pembuatan dan pemasaran obat-obatan dan alat kesehatan lainnya di
banyak negara di dunia.
Tylenol
adalah obat rasa nyeri yang di produksi oleh McNeil Consumer Product
Company yang kemudian menjadi bagian anak perusahaan Johnson &
Johnson. Tingkat penjualan Tylenol sangat mengagumkan dengan pangsa
pasar 35% di pasar obat analgetika peredam nyeri, atau setara dengan
7% dari total penjualan grup Johnson & Johnson dan kira-kira
15 hingga 20% dari laba perusahaan itu.
Pada
hari kamis tgl 30 September 1982, laporan mulai diterima oleh kantor
pusat Johnson & Johnson bahwa adanya korban meninggal dunia di
Chicago setelah meminum kapsul obat Extra Strength Tylenol. Kasus
kematian ini menjadi awal penyebab rangkaian crisis management yang
telah dilakukan oleh Johnson & Johnson.
Pada
kasus itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah
mengonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol
itu mengandung racun sianida. Meski penyelidikan masih dilakukan guna
mengetahui pihak yang bertanggung jawab, J&J segera menarik 31
juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar konsumen berhenti
mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih lanjut. J&J
bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOM-nya Amerika Serikat)
menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan
oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya
yang dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar
AS. Namun, karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan,
perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya
hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan,
Tylenol
dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu
segera kembali menjadi pemimpin pasar.
Sumber
:https://docs.google.com/document/d/1dphvBVZNOXhN38lWWiRQT7nRrD1Ii9tk0qy86zrpyM/edit?hl=in
http://www.scribd.com/doc/96815438/Etika-Bisnis-Case-Study
Komentar dan Saran
Kasus
ini merupakan contoh kasus dimana perusahaan telah melanggar kode
etis dengan tidak memperhatikan keselamatan dari konsumen. Pada kasus
ini dari pihak Johnson & Johnson dengan cepat menyelesaikan
masalah ini. Pihak Johnson melakukan upaya dengan cara memberitakan
semua proses produksi dan quality controlnya ke publik, tidak
hanya pada penyidik. Dan tentunya data QA procedures tersebut menjadi
makanan empuk bagi industrial intelligence para pesaing. Dalam dua tau tiga hari
saja, semua inventaris Tylenol ditarik dari semua rak supermarkets
dan drugstores secara nasional, dan semua produksi Tylenol berhenti. Esensinya, adalah bahwa J&J tidak akan
pernah lari dari tanggung-jawab pada publik, dan secara proaktif
memperbaiki perilakunya sendiri, meski indikasinya kemudian mulai
mengarah ke tindakan usil, dan bukan kebocoran kualitas di
pabrik-pabrik Tylenol.
nanangsuryadi.lecture.ub.ac.id
nanangsuryadi.lecture.ub.ac.id